Langsung ke konten utama

Sepenggal cerita tentang “KEPEKAAN”



Sepenggal cerita tentang “KEPEKAAN”
Di suatu siang di sebuah ruang perpustakaan salah satu sekolah swasta di kota Semarang, terdapat dua kelompok mahasiswa yang sedang magang dari dua universitas yang bebeda. Sebut saja Universitas C dan M. Siang itu ruangan tersebut tampak sepi. Hampir 90% orang yang ada di dalamnya asyik dengan gadgednya masing masing. Tak terkecuali dengan si ibu penjaga pepus. Ia juga tampak sibuk mengerjakan sesuatu di mejanya. Pun tak seorangpun siswa datang ke perpustakaan.
Salah seorang mahasiswa berlipstick merah cabe tampak kesal karna tak ada stopcontact yang kosong. Sambil mengulur-ulur kabel charger yang tertancap di stopcontact dan berharap ada yang tak terpakai, dia berkata dengan suara yang sedikit keras “ada yang batrenya udah penuh ngga? gantian dong. Butuh leppy buat ngajar nih”. Tak ada respond. Beberapa orang hanya menoleh dan melanjutkan urusannya masing masing. Ia berhenti sejenak dan mulai melihat sekelilingnya. Membatin kesal karna tak ada yang mau mengalah dan memberinya lubang stopcontact. Padahal ia butuh laptopnya untuk praktik mengajar. Sementara beberapa gadged yang terhubung dengan stopcontact hanya digunakan untuk instagram’an, youtube’an dan bahkan hanya untuk menonton film.
Disisi lain Beberapa Meja yang disetting memanjang yang  dijadikan tempat untuk mereka beraktivitaspun tampak berantakan dengan bermacam benda diatasnya. Di sudut kanan meja terdapat 2 stopcontact dengan kabel-kabel charger semprawut di sekelilingnya. Di tengah meja pun tak kalah berantakannya dari pada sudut kanan. Buku paket, kertas, map, bolpen dan teman2nya berserakan seperti tak bertuan. Sedangkan di sisi kiri meja tisu kumal bekas pakai, piring, gelas dan beberapa pastik bungkus gorengan yang sudah tak ada isinya berceceran. Tak sorangpun berniat membereskannya. Mereka lebih memilih untuk menunggu ibu kantin yang mengambil piring gelas dan sebangsanya dibanding memindahkannya ke meja yang disediakan untuk  tempat gelas dan piring kotor diluar perpustakaan.
Disuatu hari yang lain. Seseorang dari salah satu kelompok yang magang disekolah tersebut mengetik pesan di group mereka. “besok make hijab warna apa ya?”. No replay. No answer. No respond. Just read by some member of that group.
Di sore yang lain pun sesaat setelah bel pulang berdering. Penghuni perpus nampak mulai beranjak untuk pulang ke kediaman masing2. Satu persatu meninggalkankan ruangan tersebut hingga hanya tersisa dua tas dan satu  laptop yang masih menyala di meja yang masih nampak berantakan meskipun sudah tak ada lagi kabel semprawut dan gelas piring kotor. Dengan pintu yang tebuka lebar meraka meninggalkan tas dan laptop yang ada begitu saja. Tanpa terbesit sedikitpun keinginan untuk memasukkannya atau menyimpankanya di tempa     t yang aman karna si pemilik barang tersebut tak tau sedang dmana dan sedang apa.
Beberapa penggalan cerita diatas menurut gue merupakan contoh nyata berkurangnya empati kita terhadap orang lain. Ngga perlu mangkir ataupun ngelak. jika kita ada di posisi cerita yang gue sebutin diatas. Mungkin 80% dari kita memelakukan hal yang sama.
Kita bisa saja mengalah dan memberikan stopcontact yang tehubung dengan gadged kita kepada yang lebih membutuhkan. Tapi kenapa kita memilih untuk tidak?.
Kita bisa saja membereskan barang-barang yang ada di meja sehingga tampak rapi. Tapi mungkin kita hanya akan membereskan barang-barang yang berhubungan dengan kita. Dan tetap acuh terhadap barang yang lain. Kenapa kita tidak membersihkannya sekalian?
Kita bisa saja memindahkan gelas dan piring ke tempatnya. Tapi kenapa kita memilih untuk ogah?
Kita bisa saja membalas pesan dari orang tersebut. Kenapa kita memilih untuk mengabaikannya dan hanya sekedar membaca?
Dan tentu saja. Kita bisa berbaik hati membereskan barang-barang orang itu ketika kita akan meninggalkan ruangan tersebut jika tau ruangan akan segera kosong dan ia tak kunjung datang. Namun kenapa kita memilih untuk langsung meninggalkan tersebut?
The last question adalah termasuk orang yang manakah kita? Apakah kita termasuk orang yang akan acuh dan memilih tak peduli terhadap hal tersebut atau kita akan peka terhadap hal2 di sekeliling kita karna kita tentu sadar betul kita ngga mungkin bisa hidup sendirian tanpa bantuan orang lain? Atau malah termasuk orang sadah bahwa kita tak bisa hidup sendiri namun memilih untuk tetap acuh terhadap hal2 disekitar kita?
Stuck disini guys. Gue mendadak ngga bisa bikin closingnya. LOL. So if you have any opinian about this. Just share with me. okay. See ya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

(Hello Stranger) 3 hari tanpa sinyal yang menyenangkan

3 hari tanpa sinyal yang menyenangkan Hallo hai, Its me Fafa again So, here I am gonna tell you bout ma journey couple days ago I got an invitation from (special) friend of mine to join his “UKM” called Nada do (UKM Musiknya STTA) makrab at Ngeden beach. It one of unfamous beach located in Gunung Kidul Regency of Yogyakarta Awalnya sih waktu gue dapet ajakan itu gue ragu. My mind said “lah itu kan makrab UKM, ngapain gue harus ikut?” but ma heart said “ikut aja” . And yeah finally after thought it for couple of minutes I decided to join. (dasarnya emang suka dolan sih hahaha) Friday, 10th of November I was on ma way to jogja lately morning by bus. I arrived at Giwangan bus station on 12.04 AM. Hadid (re: friend of mine) pick me up in front of terminal after he prayed Jum’at. It was 2 years more after I met him for the frist time at 2015. And suprisedly he still being the some person with the guy I met then. (stop! I dont want to tell bout him here) Jadi sesampainya

“RUMAH” yang terabaikan

“RUMAH” yang terabaikan. Hay, apa kabar. Hari ini gue mau curhat nih. Gue lagi patah hati, patah hatiiiiiiii bangeet. *tear “Rumah” gue udah ditempati orang. Sebelum loe tanya kok bisa? Oke gue ceritain dari awal deh. It started 3 years ago. Waktu itu gue baru masuk kuliah, masih polos, belum pernah main kemana-mana sama orang asing, apalagi sendirian. Kota yang gue tau secara personal pun cuma sebatas Demak, Semarang, (Grobogan) *Purwodadi. Demak karna hampir seumur hidup yang udah gue lewati gue habiskan disitu. Grobogan beserta isinya pun gue faham ggra gue jaman SMA gue yang pahit gue jalani disitu. Dan Semarang? Ya ngga usah ditanya, Gue kan sekarang kuliah di semarang. Udik banget ya gue. Hahahaha tapi ya emang itu kenyataannya. Hingga suatu hari, pas lagi booming2nya BBM (Blackberry Massanger) Gue nemu kontak namanya Hadid. Waktu itu gue ngga tau siapa nih orang? Kok ada di kontak gue tapi gue ngga kenal? Yaudah gue chat. Eh direspond. Ternyata tuh orang nama le

(Hello Stranger) Sneak to Peak Ungaran via Promasan

(Hello Stranger) Sneak to Peak Ungaran via Promasan Hallo guys, kali ini gue mau share short journey gue di akhir bulan ramadhan kemarin. Sebelum gue cerita, gue mau bahas sedikit soal judul diatas nih. Sebelum kalian tanya (*PD bener bakal ada yang tanya) hahaha kok ada kata Hello Stanger didalam tanda kurung? Kenapa? E....., gue jawab ya. Karna di cerita kali ini gue perginya sama orang2 yang gue sebenernya ngga kenal di dunia nyata. #Loh?. Udah ngga usah kaget gitu, gue emang cukup sering kok maen sama stanger. Bukan karna gue ngga punya temen, Cuma mereka jarang sih ngajakin gue maen hahaha (*engga deh, gue emang orangnya suka maen) jadi ya sering ayo-ayo aja kalo di ajak orang maen even though gue ngga kenal sama orang tersebut. Back to topic, tanggal 17 Juni kemaren gue di ajak temen BBM gue yang sekarang beralih ke WA buat muncak. Katanya sih dia ada acara kopdar gitu. Namanya Bayu instagramnya @Bayumendho . Dia anak semarang Barat dan kerja as a fire fighter di kota Se